بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Selasa, 04 Maret 2014

SULUK SUNAN KALIJAGA

Dari sekian banyak Suluk-Suluk Demak, yaitu suluk-suluk yang dibuat pada masa Kerajaan Islam Pertama, Demak Bintoro, ada satu suluk yang sampai sekarang masih populer dan banyak didendangkan masyarakat Jawa, yaitu sebuah suluk yang dipercaya sebagai ciptaan Sunan Kalijaga. Suluk ini dikenal dengan tiga nama, yakni (1). Serat atau Surat atau Kitab Kidungan Kawedar, (2) Kidung Sarira Ayu, sesuai dengan bunyi teks dalam bait ketiga, (3) Kidung Rumeksa Ing Wengi, sesuai bunyi teks diawal Surat, sebagaimana kita lazim menyebut Surat Al Ikhlas dengan nama Surat Qulhu atau Surat Al Insyiraah dengan Surat Alam nasyrah. Ada pun saya sendiri sebagai orang yang dilahirkan dan dibesarkan di daerah Pantai Utara Jawa Tengah, sudah terbiasa menyebut Kidung Kawedar.
Suluk  ini merupakan kidung yang sangat populer bagi grup-grup karawitan atau seni gamelan Jawa, dan lebih khusus lagi bagi grup-grup tembang Jawa (macapatan), tidak peduli apatah anggota  grup muslim atau bukan. Kidung ini dahulu sangat dipercaya sebagai mantera penolak bala sekaligus membentuk diri agar menjadi manusia yang dikasihi Gusti Allah, yaitu manusia yang memiliki jiwa yang mulia.  Untuk menghayati kandungan suluk dan sukses mencapai maqam yang seperti itu, dahulu kala kita harus melakukan puasa mutih, yaitu tirakat atau berpantang segala macam makanan kecuali nasi putih, air putih dan buah-buahan segar selama 40 hari – 40 malam tanpa jeda. Di tengah malam selama periode tirakat, kita diwajibkan mendendangkan Suluk secara lembut sambil meresapi maknanya, selanjutnya dianjurkan tidur namun harus bangun kembali di waktu subuh guna menjalankan salat Subuh.
Sebagai murid Sunan Bonang yang menjadi inti gerakan dakwah Islam Abangan, yang berdakwah secara halus tanpa menimbulkan gejolak sosial, menyusup dalam adat budaya masyarakat Jawa waktu itu, suluk dan berbagai ajaran Sunan Kalijaga, menanamkan  pemahaman keislaman, keesaan serta kekuasaan Gusti Allah, para malaikat, para nabi serta  keluarga dan sahabat Kanjeng Nabi Muhammad, yang tentu saja bercampur dengan nilai-nilai adat budaya lama termasuk agama Syiwa (Hindu) – Budha. Oleh sebab itu dalam memahaminya kita tidak boleh menelan mentah-mentah kalimat demi kalimat setiap  ajarannya, melainkan harus pandai memilah-milah, bahkan harus berusaha melakukan pencerahan sebagaimana yang diharapkan oleh beliau-beliau para Kanjeng Sunan. (lihat tulisan: “TONGGAK-TONGGAK AWAL TASAWUF JAWA”).
Bagi para pecinta seni budaya yang pada umumnya berperasaan lembut,  Suluk Kidung Kawedar yang didendangkan dengan irama tembang Dandanggula, terdengar dan terasa sangat meditatif dan kontemplatif. Lebih-lebih bila didendangkan di keheningan malam.
Sayang sekali pada bulan Februari 2012 yang lalu, tatkala saya memenuhi undangan haul atau peringatan wafat seorang ulama di Demak, kerinduan saya untuk mendengarkan berbagai aneka tembang dakwah para Wali di daerah asalnya itu, tidak terpenuhi. Dalam peringatan  yang digelar hampir sehari-semalam itu, bahkan dalam acara sholawatan yang berlangsung lebih dari dua jam non stop – medley – yang terdengar adalah irama musik padang pasir yang gemuruh, dengan tembang-tembang sholawat yang sepenuhnya berbahasa Arab (sebagian sudah popular di acara-acara televisi), kecuali empat lagu pujian, satu diantaranya Syi’iran Hadrotus Gus Dur (Gus Dur, mantan Presiden RI).
Ironis sekali, tatkala dewasa ini para mubalig Islam kurang mempedulikan lagi tembang-tembang, media dan sarana dakwah para Wali pendahulu yang telah berhasil mengislamkan pulau Jawa, saudara kita kaum nasrani justru melestarikan serta memanfaatkannya. Beberapa waktu yang lalu ketika melayat seorang anggota keluarga yang wafat di Yogyakarta, dari pengeras suara saya mendengar sayup-sayup irama-irama tembang dakwah ciptaan para Wali tersebut, dengan teks puji-pujian sesuai agama nasrani. Masya Allah.
Kidung Kawedar terdiri dari 45 (empat puluh lima) bait. Berikut ini saya kutipkan 3 (tiga) bait dalam bahasa Jawa dan terjemahan bebasnya sebagai berikut:
Bait 1:
Ana kidung rumeksa ing wengi
teguh ayu luputa ing lara,
luputa bilahi kabeh,
jim setan datan purun,
paneluhan tan ana wani,
miwah penggawe ala,
guna ning wong luput,
geni temahan tirta,
maling adoh tan wani ngarah ing mami,
tuju duduk pan sirna.
Artinya:
Ada tembang pujian menjaga di kala malam,
membuat kita selamat dan jauh dari segala penyakit,
terbebas dari segala mara bahaya,
jin dan setan tidak berani,
guna-guna atau teluh tidak mempan,
juga perbuatan buruk,
dari orang-orang jahat,
api menjadi dingin bagaikan air,
pencuri menjauh tiada yang berani mengincar saya,
segala mara bahaya sirna.

Bait 3:
Pagupakaning warak sakalir,
yen winaca ing segara asat,
temahan rahayu kabeh,
sarwo sarira ayu,
ingideran ing widodari,
rineksa malaekat,
sakathahing rosul,
pan dadyo sarira tunggal,
ati Adam utekku Baginda Esis,
pangucapku ya Musa.
Artinya:
Di tempat badak berkubang,
maupun jika dibaca di lautan bisa membuat air laut surut,
membuat kita semua selamat sejahtera,
diri kita menjadi serba cantik (elok),
di kelilingi para bidadari,
dijaga oleh para malaikat,
dan semua  rasul,
pada hakekatnya sudah menyatu dalam diri kita,
di hati kita ada Nabi Adam, di otak kita ada Baginda Sis,
jika berucap bagaikan ucapan Nabi Musa.

Bait 4:
Napasku Nabi Ngisa linuwih.
Nabi Yakub pamiyarsaning wang,
Yusup ing rupaku mangke,
Nabi Dawud swaraku,
Jeng Suleman kasekten mami,
Nabi Ibrahim nyawa,
Idris ing rambutku,
Bagendha Ali kulit ing wang,
Getih daging Abubakar Ngumar Singgih,
Balung Bagendha Ngusman.
Artinya:
Nafasku Nabi Isa,
Pendengaranku Nabi Yakub,
Wajahku Nabi Yusuf,
Nabi Dawud suaraku,
Kesaktianku Nabi Suleman,
Nabi Ibrahim nyawaku,
Nabi Idris dalam rambutku,
Baginda (Khalifah) Ali kulitku,
Darah – daging, Khalifah Abubakar dan Umar,
Tulangku Khalifah Usman.

Demikianlah saudaraku,  tulisan pendek tentang Suluk Kidung Kawedar atau Kidung Sarira Ayu, yang pada hemat saya mengandung tiga makna utama. Pertama, kidung yang penuh dengan tamzil dan perumpamaan ini, memperkenalkan Islam secara bertahap. Kedua, merupakan jalan untuk menyatu dengan Gusti Allah, Sang Guru Sejati. Ketiga, bisa menjadi wahana untuk senantiasa mengingat dan menyatu dengan  Gusti Alah (dzikrullah), antara lain dengan membiasakan mendendangkannya di tengah malam serta kapan saja mengikuti setiap tarikan nafas kita.
Semoga.
Subhanallah.

Sabtu, 22 Juni 2013

Wejangan Pemuda dari Serat Raja Jawa

Mangkene patrapipun 

Wiwit anem amandenga laku
Ngengurangi pangan turu sawatawis
Amekak hawa nepsu
Dhasarana andhap asor.

Begini maksudnya
Ketika masih muda senanglah lelaku
Kurangilah makan tidur sementara
Menahan hawa nafsu
Gunakanlah dasar rendah hati

II
Akanthi awas emut
Aja tingal weweka ing kalbu
Mituhua wewaruh kang makolehi
Den taberi anggeguru, aja isin tetakon.

Ketika sudah ingat
Janganlah meninggalkan apa yang ada di kalbu
Turutilah pengajaran yang menghasilkan
Seperti orang berguru, janganlah malu untuk bertanya

III
Wong amarsudi kaweruh
Tetirona ing reh kang rahayu
Aja kesed sungkanan sabarang kardi
Sakadare anggenipun
Nimpeni kagunganing wong.

Seseorang yang mencari kawruh (ilmu)
Carilah jalan yang baik
Janganlah malas dan malu dalam segala hal
Sekedarnya dalam
Kepunyaan orang

IV
Tinimbang lan angenganggur
Boya becik ipil-ipil kaweruh
Angger datan ewan panasaten sayekti
Kawignyane wuwuh-wuwuh
Wekasan kasub kinaot.

Daripada menganggur
Carilah kebajikan sedikit-sedikit ilmu
Pokoknya tidak malas yang sebenarnya
Kenyataannya pelan-pelan
Akhirnya terasa berat

V
Lamun wus sarwa putus
Kapinteran sinimpen ing pungkur
Bodhonira katakokna ing ngarsa yekti,
Gampang traping tindak tanduk
Amawas pambekaning wong.

Ketika sudah bisa (putus)
Kepandaian akan disimpan di hari tua
Kebodohanmu akan ditanyakan di depan
Mudah dalam bertingkah-laku
Mengawasi perilaku orang lain.

Semoga bermanfaat!

Alam Suwung dan Rasa Kasmaran

Memasuki alam suwung (kosong) adalah sebuah kenikmatan tersendiri yang akan berlanjut dengan rasa kasmaran untuk pencarian jati diri. Di alam suwung itu tidak ada suara, tidak ada siapa-siapa, tidak ada arah. Yang ada hanyalah keheningan yang mendalam. Boleh dikatakan dari alam suwung itulah kita semua berasal. Dan dari alam suwung itulah, seorang salik memulai sebuah pencarian. Pencarian untuk memahami dirinya sendiri sehingga nantinya akan dapat berjumpa dengan  GUSTI KANG MURBEHING DUMADI.

Untuk bisa memasuki alam suwung tersebut, seorang salik harus mencapai kondisi nol terlebih dulu. Seperti sudah dibahas sebelumnya, kondisi nol merupakan salah satu syarat untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH. Mustahil seorang salik bisa mencapai alam suwung tanpa melewati kondisi nol.

Dalam kondisi nol, maka seseorang sudah dalam keadaan konsentrasi penuh. Dari situlah ia berangkat  mendaki untuk mencari siapa sebenarnya jati dirinya. Sebelum memahami jati dirinya, seseorang akan terlebih dulu memasuki sebuah alam yang disebut alam suwung.

Untuk menuju ke kondisi nol dan melanjutkan perjalanan ke alam suwung, banyak sekali godaan yang dihadapi. Godaan tersebut bermacam-macam seperti bau yang tidak tahu dari mana sumbernya, suara yang tidak tahu dari mana asalnya dan siapa yang ngomong. Hal itu sesuai dengan wejangan yang diberikan oleh KGPAA Mangkunegoro IV Raja Mataram Islam yang berbunyi:

Rasa nala kang sira sedya,
Semang-semang tan gawa padhang,
Piwulang tama ginulang,
Sinung nupiksi werdi kang nyata,
Tan bakal sisip susup ing surup.

Rupa-rupa rerupan kang kasat nètra,
Ana ganda tan tinanpa ing grana,
Ana swara tan tinampa ing karna,
Kekeranè alam suwung asepi,
Pirang-pirang wadi kang tan kawedènan,
Karana kasengker ing Widhi.

Wikanana kang anyata,
Anulada kang utama,
Makarti tami nugraha katampi,
Piwulang aji tinemu mesthi.


Jika semua godaan itu bisa teratasi, maka seseorang sudah bisa dikatakan dalam kondisi nol. Nah, dalam kondisi nol tersebut seorang salik akan merasakan kenikmatan dan ketentraman tersendiri. Rasa kasmaran akan timbul dalam benaknya dan ia harus mendaki lagi memasuki alam suwung sehingga bisa memahami jati diri dan hanya bisa pasrah serta mengharapkan anugerah dan tuntunan GUSTI ALLAH semata.

Semoga bermanfaat bagi Sahabat Pembaca 

Salam Kenal dariku (Ahmad Subiyanto-Tuban)

Filosofi "Mencari Tapake Kuntul Mabur"


AJARAN Kejawen itu sarat dengan beraneka filosofi (kata-kata kiasan/sanepan). Salah satu kata-kata kiasan yang sering didengar adalah "Golekana tapake kuntul mabur" (carilah telapak kaki bangau yang terbang). Cobalah Anda melihat bangau yang sedang terbang. Apakah Anda bisa melihat telapak kakinya? Meskipun Anda berkeliling kemanapun, tidak akan pernah melihat telapak kaki bangau jika si bangau sedang terbang. Orang Jawa sendiri menyebut kata-kata seperti itu adalah sanepan.

Meski terlihat remeh, namun kata-kata tersebut cenderung memiliki arti yang dalam. Kata-kata sanepan tersebut termasuk ke dalam Ilmu kasampurnan. Untuk mencari makna kata-kata tersebut harus dicari dengan cara tirakat dan lelaku. Agar bisa menggayuh sanepan "Golekana tapake kuntul mabur" tadi, sangatlah perlu mengosongkan keinginan dan pikirannya.

Pelajaran yang dapat diambil dari filosofi bangau yaitu, bangau adalah jenis burung yang kemampuannya hanya bisa terbang. Kalau kita lihat bangau itu bisa terbang tanpa ada yang menyangganya. Lalu siapa yang menyangganya?

Kalau manusia bisa mengosongkan diri dari semua yang berkaitan dengan kehidupan, jangankan harta, derajat dan pangkat, bahkan pegangan kehidupun pun harus dilepaskan jika manusia itu ingin mengetahui diri pribadi dengan sendirinya, meskipun tidak ada yang memberi petunjuk. Hal itu ibarat burung bangau yang bisa terbang tanpa ada yang menyangga.

Jika manusia mencarinya, maka manusia tadi bisa berkata,"aku bisa merasakan ada yang memberitahu diriku meskipun tidak ada yang memberitahu karena aku sudah mengosongkan diri dari semua keinginanku, aku juga bisa merasakan bahwa aku ini tidak mempunyai apa-apa. Dan aku tidak mengetahui apa-apa. Aku ini bukanlah apa-apa, tetapi aku ini ada".

Telapak kaki burung bangau itu sebenarnya ada kalau ia mendarat. Tetapi kalau sedang terbang, pasti kita setengah mati untuk mencarinya. Itu merupakan sebuah simbol bahwa GUSTI ALLAH itu ada, tetapi kita tidak bisa melihatnya. 

Oleh karena itu, kalau kita sudah sampai pada rasa seperti itu, maka kita sudah memasuki kawruh tentang GUSTI ALLAH. Kita akan tahu ternyata GUSTI ALLAH yang memberitahu, membuat kita memiliki apa-apa, bahkan GUSTI ALLAH yang membuat kita menjadi tahu apa-apa. GUSTI ALLAH juga menjadikan kita menjadi ada, dari tidak ada dan akan menuju ke ketiadaan.

Filosofi "Golekana Tapake Kuntul Mabur" tadi sebenarnya adalah rasa pasrah pada GUSTI ALLAH. Rasa kepasrahan pada GUSTI ALLAH itu adalah dengan cara manembah pada GUSTI ALLAH tan kendhat rino kelawan wengi" dan memberi pertolongan kepada sesama makhluk hidup, saling berbagi serta saling mengasihi sesama.(*)

Rungokno Suarane Atimu

Banyak orang bijak yang mengatakan "Dengarkanlah suara hati". Pada hakekatnya, suara hati yang dimaksud adalah hati nurani yang ada pada setiap manusia. Perkataan orang bijak tersebut memang benar. Dengan lebih banyak mendengarkan suara hati, maka manusia akan lebih tertuntun dan tertata iman dan perilakunya dibandingkan dengan orang yang tidak mau mendengarkan suara hatinya. Dengan lebih banyak mendengarkan suara hati, maka manusia akan bisa lebih mendekat pada GUSTI ALLAH, karena nantinya manusia akan dituntunNYA untuk lebih dekat kepadaNYA untuk lebih bisa mendapatkan kasampurnaning urip (hidup yang sempurna).

Hal itu pernah diajarkan Mangkunegoro IV (Panembahan Senopati Raja Mataram Islam) lewat serat karangannya sebagai berikut:

Aywa sembrana ing kalbu
wawasen wuwusireki
Ing kono Yekti karasa
Dudu ucape pribadi
Marma den sambadeng sedya
Wewesen Praptaning uwis

Janganlah mengabaikan suara hati,
dan berusahalah selalu mawas diri.
Maka Kelak akan merasa adanya suara
Yang terucap bukan dari diri pribadi
Oleh karena itu, turutilah niat tersebut,
Sampai akhir tujuannya. 


Marma den taberi kulup
angulah lantiping ati
Rina wengi den anedya
Pandak-panduking pambudi
Mbengkas kaardaning driya
Supadya dadya utami.

Oleh karena itu, tekunlah nak!
Dalam mengolah ketajaman hati
Dengan memohon siang malam
Untuk dapat menemukan kebenaran dan berusaha selalu berbuat baik
Dengan menyingkirkan gejolak hawa nafsu
Agar menjadi orang yang berbudi luhur


Pertanyaannya, bagaimana mengasah hati agar lebih tajam dan jelas dalam menyuarakan kebenaran sehingga kita semua mampu mendengarnya? Caranya yaitu
Pengasahe sepi samun
aywa esah ing salami
samangsa wis kawistara
lalandhepe mingis-mingis
pasah wukir reksamuka
kekes srabedaning budi

Dalam mengasah ketajaman hati
seyogyanya ditempat yang sunyi
Harus menjauhkan dari pikiran pamrih
Apabila sudah tajam dan dapat mengikis gunung (ibaratnya)
Maka harus mampu memerangi hawa nafsunya.
(*)

Pupuh Mijil

1 Wulang estri kang wus pala krami/ 
lamun pinitados/
 
amengkoni mring bale wismane/
 
among putra maru sentanabdi/
 
den angati-ati/
 
ing sadurungipun//.
 

Ajaran untuk wanita yang sudah menikah
kalau dipercaya
mengatur rumah tangganya
mengasuh anak, madu dan abdi
berhati-hatilah
sebelumnya

2 Tinampanan waspadakna dhingin/
 
solah bawaning wong/
 
ingkang bakal winengku dheweke/
 
miwah watak pambekane sami/
 
sinukna ing batin/
 
sarta dipunwanuh//.
 

Terimalah dan waspadailah lebih dulu
tingkah lakunya seseorang
yang akan diperistrinya
termasuk watak kebiasaanya
perhatikanlah dalam batin
serta kenalilah

3 Lan takokna padatan ingkang wis/
 
caraning lelakon/
 
miwah apa saru sesikune/
 
sesirikan kang tan den remeni/
 
rungokena dhingin/
 
dadi tan pakewuh//.
 

Dan tanyakan kebiasaannya yang sudah-sudah
cara kehidupannya
termasuk hal-hal yang tidak disukainya
semua pantangan dan yang tidak disukainya
dengarkanlah dahulu
agar tidak menimbulkan kesulitan

4 Tumpraping reh pamanduming wanci/
tatane ing kono/
 
umatura dhingin mring priyane/
 
yen pinujuno ing asepi/
 
ywa kongsi baribin/
 
saru yen rinungu//
 

Bagi pengaturan waktu
yang berlaku di situ
bicarakan dulu dengan suami
di kala waktu senggang
jangan sampai terjadi kesalahfahaman
memalukan kalau terdengar

5 Mbokmanawa lingsem temah runtik/
dadi tan pantuk don/
 
dene lamun ingulap netyane/
 
datan rengu lilih ing penggalih/
 
banjurna derangling/
 
lawan tembung alus//
 

Mungkin malu sehingga hatinya marah
sehingga tidak mencapai tujuan
adapun jika ditolak hatinya
tidak marah dan berkenan hatinya
teruskan pembicaraanmu
dengan perkataan yang halus

6 Anyuwuna wulang wewalere/
 
nggonira lelados/
 
lawan endi kang den wenangake/
 
marang sira wajibing pawestri/
 
anggonen salami/
 
dimen aja padu//.
 

Mintalah petunjuk aturannya
didalam engkau melayani
serta mana yang diperbolehkan
kepada engkau yang menjalankan kewajiban sebagai istri
pergunakan hal ini selamanya
agar tidak terjadi pertengkaran.

7 Awit wruha kukune jeng Nabi/
 
kalamun wong wadon/
 
ora wenang andhaku darbeke/
 
priya lamun durung den lilani/
 
mangkono wong laki/
 
tan wenang andhaku//.
 

Karena ketahuilah hukum Nabi
kalau seorang wanita
tidak berwenang mengakui miliknya
pria kalau belum diizinkan
demikianlah orang bersuami
tidak berwenang mengakui barang itu sebagai miliknya

8 Mring gawane wong wadon kang asli/
tan kena denemor/
 
lamun durung ana palilahe/
 
yen sajroning salaki sarabi/
 
wimbuh raja ta di/
 
iku jenengipun//
 

Terhadap harta bawaan orang wanita yang asli
tidak boleh dicampur
sebelum ada izin
bila dalam perkawinan
kekayaan bertambah
itu namanya

9 Gana gini pada andarbeni/
 
lanang lawan wadon/
 
wit sangkane saka sakarone/
 
nging wewenang isih aneng laki/
 
marma ywa gagampu/
 
raja ta di mau//
 

Gana-gini dimiliki bersama sama
laki-laki (suami) serta istri
karena harta itu datangnya dari mereka berdua
tetapi yang berhak masih suami
oleh karena itu jangan engkau meremehkan
yang dinamakan kekayaan tadi

10 Gana gini ekral kang njageni/
 
saduman wong wadon/
 
kang rong duman wong lanang kang darbe/
lamun duwe anak jalu estri/
 
bapa kang wenehi/
 
sandhang panganpun//.
 

Harta yang diperoleh sejak menikah merupakan harta yang
harus dijaga sungguh-sungguh
yang sebagian untuk istri
yang dua bagian suami yang memiliki
apabila mereka memiliki anak laki-laki atau perempuan
bapak yang memberi
sandang pangan mereka

11 Pamo pegat mati tuwin urip/
 
nggonira jejodhon/
 
iku ora sun tutur kukume/
 
wewenange ana ing sarimbit/
 
ing mengke mbaleni/
 
tuturingsun mau//.

Apabila cerai baik mati atau hidup
dalam berumah tangga
itu tidak kuberitahukan peraturannya
wewenangan ada di mereka berdua
sekarang kembali lagi pada
nasihatku tadi

12 Yen wus sira winulang wineling/
 
wewalere condhong/
 
lan priyanta ing bab pamengkune/
 
bale wisma putra maru abdi/
 
lawan raja ta di/
 
miwah kayanipun//.
 

Setelah engkau diajari nasihat
setuju dengan peraturan
suamimu dalam hal mengemudikan
rumah tangga, anak, madu, abdi
dan kekayaan
dengan penghasilannya

13 Iku lagi tampanana nuli/
 
ingkang nastitiyo/
 
tinulisan apa saanane/
 
tadhah putra selir santanabdi/
 
miwah raja ta di/
 
kagunganing kakung//.
 

Baru terimalah dengan seksama
dengan teliti
tuliskan apa adanya
juga anak, selir, dan para abdi
dengan kekayaan
kepunyaannya lelaki

14 Yen wus tlesih nggonira nampani/
 
sarta wis waspaos/
 
aturena layang pratelane/
 
mring priyanta paran ingkang kapti/
ngentenana malih/
 
mring pangatagipun//
 

Setelah dengan jelas kau menerimanya
serta sudah waspada
haturkanlah surat perinciannya
kepada suamimu tentang pekerjaan itu
tunggulah kembali
kepada perintahnya

15 Kang supaya aja den arani/
 
wong wadon sumanggon/
 
bokmenawa gela ing batine /
 
becik apa ginrayang muni/
 
mring kayaning laki/
 
kang yogya satuhu//
 

Agar supaya jangan dituduh
wanita yang sombong
mungkin kecewa dalam batinnya
lebih baik rabalah hatinya
pada penghasilan lelaki
yang patut senyatanya

16 Ing sanadyan lakinira becik/
 
momong mring wong wadon/
 
wejanana kang mringna liyane/
 
jer manungsa datan nunggil kapti/
 
ana ala becik/
 
ing panemunipun//
 

Walaupun lelakimu baik
dapat ngemong wanita
ketahuilah sifat-sifat yang lain
karena sebagai manusia tidak akan selalu sama keinginannya
ada jelek baiknya
dalam pendapatnya

17 Lamun kinen banjur ambawani/
 
ywa age rumengkuh/
 
lulusena lir mau-maune/
 
aja nyuda, aja amuwuhi/
 
tampanana batin/
 
ngajarna awakun//
 

Kalau kemudian disuruh mengurusi
janganlah cepat-cepat menyanggupi
luluskanlah seperti sedia kala
jangan mengurangi, jangan menambahi
terimalah dalam batin
belajarlah dengan tulus

18 Endi ingkang pinitayan nguni/
 
amengku ing kono/
 
lestarekna ywa lirip atine/
 
slondhohona, lilipuren asih/
 
mrih trimaningati/
 
kena sira tuntun//.
 

Mana yang dipercaya dulu
yang menyamai di situ
lestarikan agar tidak kecewa hatinya
ajaklah bicara, hiburkanlah dengan penuh kasih sayang
supaya hatinya dapat menerima
dapat engkau bimbing

19 Yen wus cukup acukup pikiring/
 
wong sajroning kono/
 
lawan uwis metu piandele/
 
marang sira ora walang ati/
 
iku sira lagi/
 
ngetrap pranatanmu//.
 

Kalau sudah cukup setuju dan cakap pemikirannya
orang di dalamnya sana
dan sudah percaya
kepadamu tanpa ragu-ragu
itu engkau baru
menerapkan peraturanmu

20 Wewatone nyongga sandhang bukti/
nganakken kaprabon/
 
jalu estri supangkat pangkate/
 
iku saking pametu sesasi/
 
utawa sawarsi/
 
para gunggungipun//.
 

Kuncinya mengatur kebutuhan sehari-hari
menyelenggarakan rumah tangga
suami istri sepakat mengatur pengeluaran
itu dari penghasilan sebulan
atau setahun
berapa pun jumlahnya.


Pupuh Kinanthi

1 Dene wulang kang dumunung/ 
pasuwitan jalu estri/
 
lamun sregep watekira/
 
tan karya gela kang nuding/
 
pethel iku datan dadya/
 
jalarane duk sayekti//
 

Adapun ajaran yang berkenaan
pengabdian suami istri
jika rajin wataknya
tidak membuat kecewa yang menyuruh
suka bekerja itu lakukanlah
sebab yang sesungguhnya

2 Tegen iku watekipun/
 
akarya lega kang nuding/
 
wekel marganing pitaya/
 
dene ta pangati-ati/
 
angedohken kaluputan/
 
iku margane lestari//.
 

Tekun bekerja itu wataknya
membuat senang bagi yang menyuruh
bersungguh-sungguh bekerja
menyebabkan dipercaya
adapun kehati-hatian
menjauhkan dari kesalahan
itu sebabnya lestari

3 Lawan malih wulangipun/
 
marganing wong kanggep nglaki/
 
dudu guna japa mantra/
 
pelut dhuyung sarandhesthi/
 
dumunung neng patrapira/
 
kadi kang winahya iki//
 

Dan ajarannya lagi
yang membuat orang dihargai sebagai laki-laki
bukan guna-guna japa mantra
pemikat halus sebagai sarana
untuk mencapai tujuan
ada dalam tingkah lakumu
seperti yang dinyatakan berikut ini

4 Wong wadon kalamun manut/
 
yekti rinemenan nglaki/
 
miturut marganing welas/
 
mituhu marganing asih/
 
mantep marganireng tresna/
 
yen temen den andel nglaki//
 

Kalau perempuan itu menurut
sungguh-sungguh akan disenangi suami
menurut menyebabkan sayang
menetapi perintah menimbulkan kasih
sungguh-sungguh mewujudkan cinta
kalau jujur dipercaya lelakinya.

5 Dudu pangkat dudu turun/
 
dudu brana lawan warni/
 
ugere wong pada krama/
 
wruhanta dhuh anak mami/
 
mring nurut nyondhongi karsa/
 
rumeksa kalayan wadi//.
 

Bukan pangkat bukan keturunan
bukan kekayaan dan rupa
syarat orang dalam perkawinan
ketahuilah wahai anakku
menurut dan mendukung kehendak (suami)
menjaga dengan rahasia

6 Basa nurut karepipun/
 
apa sapakoning laki/
 
ingkang wajib lineksanan/
 
tan suwala lan baribin/
 
lejaring netya saranta/
 
tur rampung tan pindho kardi//
 

Menurut artinya
apa pun yang diperintah lelaki
wajib dilaksanakan
tidak suka membantah dan mengulur-ulur waktu
senang menyelesaikan pekerjaan secepatnya
dan pekerjaan selesai tanpa pengulangan dua kali

7 Dene condhong tegesipun/
 
ngrujuki karsaning laki/
 
saniskara solah bawa/
 
tanya tur nyampah maoni/
 
apa kang lagi rinenan/
 
openana kang gumati//
 

Sedangkan yang dimaksud setuju
menyetujui apa pun yang dikehendaki suami
segala tingkah laku
bertanyalah tanpa mencela
apa yang sedang menjadi kegemarannya
rawatlah sebaik-baiknya

8 Wong rumekso dunungipun/
 
sabarang darbeking laki/
 
miwah sariraning priya/
 
kang wajib sira kawruhi/
 
wujud warna cacahira/
 
endi bubuhaning estri//.
 

Orang menjaga artinya
segala kepunyaan suami
dan sekaligus badannya
yang wajib engkau ketahui
bentuk, warna, dan jumlahnya
mana yang dimiliki istri


9 Wruha sangkan paranipun/
 
pangrumate den nastiti/
 
apa dene guna kaya/
 
tumanjane den patitis/
 
karana bangsaning arta/
 
iku jiwa dereng lair//
 

Ketahuilah asal-usulnya
rawatlah dengan teliti
juga dengan harta kekayaannya
pergunakanlah dengan tepat
karena yang namanya harta
itu ibarat sukma belum nyata

10 Basa wadi wantahipun/
 
solah bawa kang piningit/
 
yen kalair dadya ala/
 
saru tuwin anglingsemi/
 
marma sira den abisa/
 
nyimpen wadi ywa kawijil//.

bahasa rahasia artinya
tingkah laku yang tersembunyi
kalau diketahui orang menjadi jelek
tidak senonoh dan memalukan
maka hendaklah engkau dapat
menyimpan rahasia jangan sampai diketahui orang lain